Rabu, 10 Juli 2013


Review Buku Studi Islam Kontemporer

4 Juli 2013
Oleh : Alifa Zaky Ghozali093111021
Judul : Studi Islam Kontemporer

Penulis : M.Rikza Chamami, M. Si
Penerbit : Pustaka Rizki Putra (Semarang)
Cetakan : Cetakan pertama
Tahun terbit : Desember 2012Tebal buku : 228 halaman + xii








STUDI ISLAM KONTEMPORER


Bab 1
Pasang Surut Kebangkitan Kebudayaan Dan Keilmuan: Potret Disintegrasi Abbasiyah

Dinasti Abbasiyah yang berpusat di Baghdad, sementara itu Umayyah berada di Damaskus, memiliki karakter kebijakan yang dihasilkan dengan mendapatkan stempel agama. Dinasti ini didirikan oleh keturunan Al-abbas paman Nabi Muhammad, Abdullah Al-Shaffah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas. Dinasti Abbasiyah berkuasa dalam rentang waktu yang sangat panjang, sekitar 508 tahun ( 750 M/132 H – 1258 M/656 H). Perkembangan dinasti Abbasiyah dapat diklasifikasikan menjadi tiga periode:pertama,periode perkembangan dan puncak kejayaan (750-950 M).Kedua,periode disintegrasi (950-1050 M).Ketiga,periode kemunduran dan kehancuran (1050-1250 M).Tanda-tanda adanya disintegrasi adalah:pertama,munculnya dinasti-dinasti kecil di barat maupun di timur Baghdad yang berusaha melepaskan diri atau meminta otonomi.Kedua,perebutan kekuasaan oleh dinasti Buwaihi dari Persia dan Saljuk dari Turki di Baghdad, sehingga menjadikan fungsi khalifah bagaikan boneka.Ketiga,lahirnya perang salib antara pasukan islam dengan Eropa. Umat islam menikmati keadaan tentram dan ekonomi stabil setelah berdirinya dinasti Abbasiyan ketika Abu Abbas As-shaffah dan khalifah Abu Ja’far berhasil mempertahankan serta menumpas musuh-musuhnya. Berikut adalah sebagian ilmu-ilmu isla yang telah mengalami perubahan dan perkembangan besar di zaman pemerintahan Abbasiyah:a) Ilmu Tafsirb) Ilmu Nahwuc) Ilmu Sejarahd) Terjemah dari bahasa Asing


Bab 2

Kajian Kritis Dialektika Fenomenologi dan Islam

Dalam bab ini, penulis mencari otensitas islam dengan pendekatan studi islam yang mampu membedah wujud islam melalui fenomenologi. Bahwa seluruh alam adalah sebuah buku besar yang penuh dengan tanda-tanda tuhan bagi mereka yang mau merenungkannya.Dalam filsafat fenomenologi bahwa suatu gejala tidak perlu harus diamati indera, karena gejala juga dapat dilihat secara batiniah, dan tidak berupa kejadian. Sifat-sifat pokok dari fenomenologi secara luas, tapi yang kita harus tahu adalah arti sempitnya yaitu arti sebagai metode. Metode fenomenologi yaitu metode yang berusaha untuk menjelaskan dan mengungkapkan sesuatu menurut suatu fenomena. Biasanya obje yang di teliti mengarah kepada kondisi dan pengalaman rohani. Sebagai filsafat, fenomenologi menurut Edmund Husserl memberi pengetahuan yang perlu dan esensial tentang apa yang ada. Fenomenologi memperhatikan benda yang konkrit, dalam pengertian bukan wujud dari benda itu melainkan struktur pokok dari benda tersebut. Pendekatan ini digunakan untuk memahami arti, peristiwa serta keterkaitannya terhadap orang-orang dalam situasi tertentu.Kajian fenomenologis terhadap esensitas keberaganaan manusia muncul karena adanya ketidakpuasan para agamawan terhadap kajian historis yang hanya mengkaji aspek-aspek normativitas agama dari kulit luar saja, sedangkan aspek internalitas-kedalaman keberagamaan kurang tersentuh.Fenomenologi memang ilmu pengetahuan tentang apa yang tampak. Seperti yang sudah tersirat dalam namanya fenomenologi mempelajari yang tampak atau apa yang menampakkan diri yang tadinya bersifat normatif menjadi fenomena yang bersifat empiris.


Bab 3

Filsafat Materialisme Karl Mark Dan Friedrick Engels

Materialisme adalah sistem pemikiran yang menyakini materi sebagai satu-satunya keberadaan yang mutlak dan menolak keberadaan apapun selain materi. Berakar pada kebudayaan Yunani Kuno, dan mendapat penerimaan yang meluas di abad 19, system berpikir ini menjadi terkenal dalam bentuk paham materialism dialektika Karl Mark. Dalam kritik yang dilontarkan pada Hegel tentang manusia sebagai esensi dari jiwa, Mark menyanggah bahwa manusia adalah makhluk alamiah dalam dunia objek alamiah. Marx menganggap bahwa materi adalah hal yang utama, sementara pikiran wilayah konsep dan ide yang begitu penting bagai para pemikir sebenarnya hanya refleksi.Dengan menganut suatu materialisme yang bersifat dialektis, Mark dan Engeles menolak materialism abad ke-18 dan juga materialisme ilmiah dari abad 19 yang kedua-duanya bersifat mekanistis. Salah satu prinsip materialisme dialektis adalah bahwa perubahan dalam hal kuantitas dapat mengakibatkan perubahan dalam hal kualitas. Berarti suatu kejadian pada taraf kuantitaf (misalnya pengintegrasian lebih rapat dari bagian-bagian materi) yang menghasilkan sesuatu yang sama sekali baru. Dengan cara itulah kehidupan berasal dari materi mati dan kesadaran manusiawi berasal dari kehidupan organanis.

Bab 4
Skeptisisme Otentitas Hadits:Kritik Orientalis Ignaz Goldziher

Orientalis Barat pertama yang melakukan kajian seputar hadits ialah Ignaz Goldziher, orang yahudi kelahiran Hongaria berkebangsaan Jerman, kemudian diikuti oleh Joseph Schacht juga orang Yahudi berkebangsaan Jerman.Kajian dan penelitian kedua orientalis ini menyimpulkan tidak adanya otentisitas/ keshahihan hadits Nabawi khususnya yang berkaitan dengan hukum Islam. Mereka berpendapat bahwa hadits bukan berasal dari Nabi Muhammad SAW, melainkan sesuatu yang lahir pada abad pertama dan kedua Hijriyah, dengan kata lain hadits hanyalah buatan para ulama.Kedua kritikus non muslim itu pada dasarnya bukan untuk mencari ajaran yang terkandumg di dalam hadits Nabawi, melainkan mencari kelemahan-kelemahan dan menyimpulkan bahwa hadits-hadits yang menjadi rujukan dan sumber kedua hukum Islam hanya rekayasa para ulama. Dengan demikian Goldziher tidak lagi percaya bahwa hadits adalah murni sabda dari Nabi yang benar-benar pure.Walaupun ia tetap menyakini bahwa hadits masih menjadi sumber hukum Islam.Goldziher menyatakan bahwa hadits bermakna suatu disiplin ilmu teoritis dan sunnah adalah kopendium aturan-aturan praksis. Bagi Goldziher, hadits sebagian besar adalah hasil dari perkembangan politik dan kemasyarakatan abad I dan II Hijriyah

Bab 5

Telaah Sosio-kultural: Manhaj Ahlul Madinah

ukum islam dianggap sebagai hukum yang sakral oleh orang-orang islam, yang mencakup tugas-tugas agama yang datang dari Allah dan diwajibkan terhadap semua orang islam dan semua aspek kehidupan mereka. Apabila al-Qur’an atau hadits shahih menerangkan suatu hukum yang disyari’atkan oleh Allah kepeda ummat sebelumnya, kemudian al-Qur’an atau hadits menetapkan bahwa hukum tersebut diwajibkan pula kepada ummat islam sebagaimana diwajibkan kepeda mereka, maka tidak diperselisihkan lagi bahwa hukum tersebut adalah syari’at bagi kita dan sebagai hukum yang harus kita ikuti. Misal kewajiban puasa yang dijelaskan dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 183.Setelah Rasulullah SAW wafat, ketika ada permasalahan yang tidak ada ketentuannya dalam nash,para ulama merasa mempunyai kewajiban untuk memberi penjelasan dan penafsiran nash Al-Qur’an dan as-sunnah dengan berijtihad. Namun dalam melakukan ijtihad perspektif yang mereka gunakan berbeda, ada yang lebih menekankan pada penggunaan dasar nash Al-Quran, dan as-sunnah, dan lebih memilih hadits Nabi Muhammad SAW yang bersifat ahad daripada menggunakan akal, jika hadits tersebut memenuhi syarat keshahihannya atau yang dikenal dengan ahlul hadits, dan ada yang sering mendahulukan pendapat akal daripada hadits-hadits ahad, dan merka sangatlah selektif dalam menerima hadits-hadits yang dikenal dengan ahli ra’yu. Perbedaan tersebut dikarenakan perbedaan sosio kultur.Kelompok ahlul hadits lebih mendahulukan hadits-hadits Nabi Muhammad SAW yang bersifat ahad daripada pendapat akal, jika hadits-hadits tersebut memenuhi syarat kesahihannya. Tokoh yang lahir dari kalangan ahlul hadits yaitu: Madzhab Syafi’i, Madzhab Maliki, dan Madzhab Hambali, karena mereka lahir di Madinah dimana mayoritas penduduknya hafal hadits. Sedangkan imam yang lahir dari golongan ahli ra’yu yaitu Imam Hanafi.

Bab 6

Postmodernisme Realitas Filsafat Kontemporer

Menurut Lyotard postmodernisme adalah upaya yang tak henti-hentinya untuk mencari kebaruan, eksperimentasi, dan revolusi kehidupan terus. Istilah “posmodernisme” bias menunjuk pada berbagai arti yang berbeda, bias berarti: aliran pemikiran filsafati; pembabakan sejarah (erat terkait pada pergeseran paradigma) ataupun sikap dasar atau etos tertentu.Modernisme adalah salah satu contoh utamanya, yang memandang realitas sebagai keutuhan yang tertera dan berpusat pada prinsip rasionalitas. Konsep posmo pertama kali muncul di lingkungan gerakan arsitektur. Arsitektur modern berorientasi pada fungsi struktur, sedangkan arsitektur posmo berupaya menampilkan makna simbolik dan kontruksi dan ruang. Tata fikir spesifik posmo adalah kontradiksi, kontravensi, paradoks, dan dilematik. Disini terdapat dua post-modernisme.Pertama, dinilai sebagai keadaan sejarah setelah zaman modern. Kedua,dipandang sebagai gerakan intelektual yang mencoba menggugat, bahkan mendekontruksi pemikiran sebelumnya yang berkembang dalam bingkai paradigm pemikiran modern.

Bab 7

Potret Metode Dan Corak Tafsir Al-Azhar

Metode yang dipakai Hamka adalah metode analisis (tahlili) bergaya khas mushaf. Metode analisis adalah menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dengan memaparkan segala aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan itu serta menerangkan makna-makna yang tercakup di dalamnya, sesuai dengan keahlian dan kecenderungan mufassir yang menafsirkan ayat-ayat tersebut.Corak yang dikedepankan oleh Hamka dalam al-Azhar adalah kombinasi al-Adabi al-Ijtima’i Sufi (social kemasyarakatan) yaitu corak tafsir yang berusaha memahami nash-nash al-Qur’an secara teliti, kemudian menjelaskan makna-makna yang dimaksud al-Qur’an tersebut dengan gaya bahasa yang indah dan menarik.

Bab 8

Diskursus metode hermeneutika Al-Qur’an

Terminologi Hermeneutika adalah salah satu paradigma keilmuan yang terkait dengan menafsirkan teks-teks kita suci, juga tekenal sebagai betuk metode filsafat kontempore yang mencoba menguak makna suatu teks. Hermeneutik digunakan sebagai jembatan untuk memahami Islam secara global, baik secara historis-sosiologis maupun semiotis-kebahasaan. Hermeneutika merupakan cara-cara untuk menafsirkan simbol-simbol yang terwujud dalam teks atau bentuk – bentuk lainnya, untuk memahami kitab-kitab suci yang dilakukan oleh agamawan. Pengalaman secara verbal terhadap kitab suci harus tunduk di bawah aturan yang sama dengan yang di lakukan terhadap teks lain. Metode hermeneutika sebagai penafsiran kitab-kitab suci mulai bersentuhan dengan teori-teori penafsiran seperti filologi.Hermeneutika dalam konteks al-Qur’an sering dinilai rancu, karena hermeneutika muncul dari tradisi barat yang banyak dihasilkan oleh orang non muslim. Sedangkan al-Qur’an merupakan kitab suci umat muslim, sehingga tidak mungkin dengan mudah menerima produk dari orang non muslim. Hermeneutika al-Qur’an merupakan istilah yang masih asing dalam wacana pemikiran Islam. Diskurus penafsiran al-Qur’an tradisional lebih mengenal istilah al-tafsir, al-ta’wil, dan al bayan.Namun, sekarang ini hermeneutika sudah mulai digunakan sebagai metode tafsir al- Qur’an karena merupakan salah satu metode untuk membedah kandungan ayat al-Qur’an dengan menyesuaikan konteks dan membuat ayat tersebut menjadi kontekstual. Sehingga yang muncul hanyalah dialog al-Qur’an antara teks dan konteks.

Bab 9

Jawa Dan Tradisi Islam Penafsiran Historiografi Jawa Mark R Woodward

Seorang antropolog Amerika mempopulerkan tiga varian keagamaan masyarakat  Jawa. Abangan; kaum yang memiliki sikap lebih menitikberatkan segi-segi sinkretisme dalam agama Jawa yang komprehensif. Santri; kaum yang memiliki sikap dan prilaku menitikberatkan segi-segi Islam. Priyayi; kaum yang mempunyai sikap lebih menitikberatkan pada segi-segi Hindu.Proses Islamisasi di Jawa berlangsung sekitar masa pemerintahan kerajaan Hindu Majapahit berkembang pesat setelah pergolakan kedaerahan dapat dipadamkan, sehingga seluruh daerah pedalaman dan pesisir berhasil dikonsolidasikan.

BAB 10

Reinterpretasi Profil Peradaban Islam

Peradaban adalah bentuk kebudayaan yang paling ideal dan puncak, sehingga menunjukkan keadaban (madaniyah), kemajuan (taqaddum), dan kemakmuran (‘umran) suatu masyarakat. Jika kebudayaan bersifat abstraksi seperti sains murni, maka peradaban adalah hasil penerapannya seperti teknologi dan produk-produknya. Kebudayaan merupakan ekspresi-ekspresi subjektif dan particular (individual) yang terrefleksi dalam seni, sastra, religi, kepercayaan dan filsafat. Sedangkan peradaban bersifat objektif dan universal yang terrefleksi dalam politik, ekonomi dan teknologi.Datangnya Islam yang dimana pertama kali tersebar di kawasan semenanjung Arab memberikan pengaruh terhadap kebudayaan setempat, yakni memberikan ciri khusus terhadap kebudayaan itu sehingga tercipta kebudayaan yang berdasar pada nilai-nilai yang Islami. Kemudian hubungannya dengan peradaban adalah bahwa peradaban merupakan perkembangan dan kemajuan lebih lanjut yang bermula dari kebudayaan.Pada dasarnya landasan “peradaban Islam” adalah “kebudayaan Islam” terutama wujud idealnya, sementara landasan “kebudayaan Islam” adalah agama. Karena dalam Islam, agama bukanlah kebudayaan seperti yang dipercaya oleh penganut agama “bumi” (non-samawi), tetapi dari agama dapat melahirkan kebudayaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar